Thursday 27 November 2008

Horton

Horton adalah seekor gajah. Kita telah mempelajari bahwa gajah termasuk mamalia darat terbesar di jaman modern. Tetapi, Horton adalah gajah yang ukurannya maha besar bagi orang-orang Who yang tinggal di Who-ville. Hal itu tentu saja menurut pandangan kita --para penonton yang dunianya di luar dunia Horton dan dunia Who-- ketika kita menyaksikan film Horton Hears A Who. 

Sebagaimana diceritakan, masyarakat Who menetap di dalam setitik debu yang diterbangkan angin hingga suatu ketika hinggap di bunga rumput. Oleh karena itu, dunia mereka rapuh dan kehidupan mereka rentan. Jalan hidup masyarakat Who dan jalan hidup Horton bertemu pada suatu titik untuk kemudian membentuk jalan yang baru ketika Horton --yang merasa bertanggungjawab atas keselamatan masyarakat Who-- berjuang untuk menempatkan bunga rumput tersebut ke tempat yang aman serta jauh dari mala dan bahaya.

Dalam perjuangan Horton banyak tantangan menghadang, terutama dari Ibu Kangguru. Ibu Kangguru adalah karakter yang menganggap dirinya tahu segala; yang sudah puas dengan sedikit pengetahuan yang ia miliki; yang berpura-pura mengetahui hal-hal yang sedikit pun ia tidak ketahui. Ia menganggap Horton membual ketika dia mengatakan bahwa di dalam titik debu terdapat kehidupan. Bahkan, Horton dianggap telah meresahkan masyarakat hutan dengan perilakunya menyebarkan kebohongan. Ibu Kangguru tidak ingin ketentraman masyarakat hutan terganggu karena satu makhluk mempunyai gagasan baru di kepalanya yang berbeda dari adat dan kebiasaan umum.

Cerita ini juga menyebut nama McDodd, walikota Who-ville. Ia adalah orang yang pertama kali dapat berkomunikasi dengan Horton. Sang walikota dianggap gila ketika ia memperingatkan warga kota untuk mencari tempat berlindung karena menurut Horton selama bunga rumput belum berada di tempat aman, maka kota mereka di ambang kehancuran. Tentu saja ia dianggap tidak waras, karena warga kota hanya mau mendengar kabar baik. Dalam benak mereka, hidup adalah suatu keriaan; suatu wahana bermain yang penuh kesenangan dan kenikmatan. 

Dalam kehidupan nyata, ada orang-orang seperti Horton si gajah. Orang yang merasa tidak tahu apa-apa tetapi tahu bahwa di ujung sana selalu ada kebenaran. Orang-orang yang sering dianggap subversif karena ia selalu bertanya. Orang-orang seperti ini selalu merasa mempunyai sebuah misi yang pasti akan gagal kecuali ia tetap teguh pada pendirian.

Sosok Ibu Kangguru juga tidak asing. Ia ada di antara kita. Bila kepadanya diajukan suatu soal yang sulit ditemukan jawabnya, maka ia akan memilih berpura-pura mengetahui segala hal yang harus diketahui. Ia tidak akan gelisah meskipun ia tahu bahwa sebenarnya sangat sedikit yang ia tahu. Ia tidak hendak bertanya.

Sebagaimana Ibu Kangguru, warga kota Who-ville enggan keluar dari zona nyaman mereka. Kehidupan nyata juga mengenal orang seperti ini: yang memilih menutup mata terhadap masalah-masalah penting dan tinggal diam. Secara umum, mereka adalah orang-orang yang tidak peduli, selama itu tidak menyentuh kehidupan mereka secara langsung. Mereka menyangkal kemungkinan bahwa hidup mereka bisa terguling dan jungkir balik; bahwa roda terus berputar; bahwa tidak selamanya akan ada akhir yang bahagia.

Socrates mengajarkan bahwa orang yang mengetahui apa yang benar akan berbuat benar; bahwa jika kita berbuat kesalahan, itu karena kita tidak tahu; dan bahwa kemampuan untuk membedakan benar dan salah terletak pada akal manusia, bukan masyarakat. 

Ada satu tokoh yang belum saya ceritakan. Morton namanya. Ia adalah seekor tikus kecil berwarna biru yang juga merupakan sahabat Horton. Morton percaya sepenuhnya pada sahabatnya, namun ia ingin sahabatnya menyimpan pengetahuan tentang Who-ville hanya untuk dirinya sendiri. Ia tidak menganjurkan sahabatnya untuk mewartakan keberadaan masyarakat Who kepada warga hutan, karena bagi beberapa orang, kebenaran merupakan sesuatu yang tak tertanggungkan: begitu mengerikan dan terlalu berat untuk dipanggul.

Pada akhirnya, kisah Horton tidak setragis Socrates --yang dipaksa menelan racun cemara di hadapan para sahabat dan muridnya demi menghargai hati nuraninya dan kebenaran. Tetapi toh Horton yang kukuh pendirian pun mengalami dijerat, didera dan dikurung rapat. Dipaksa menelan kebenaran-menurut-orang-banyak yang dijejalkan ke kerongkongannya. Padahal kebenaran versi para pendera juga merupakan konsensus yang dibentuk oleh pendapat orang banyak --yang belum tentu benar. 

Sebagian orang merasa bahwa kebenaran tidak mungkin berasal dari dunia yang fana, rendah, serta bingung antara keinginan dan kebutuhan. Kebenaran pasti bersumber dari sesuatu yang berbeda, di dalam zat yang tidak dapat binasa: Tuhan yang bersembunyi. Horton mungkin tidak berpikir sejauh itu. Mungkin ia hanya berusaha memahami sesuatu, menghayati sesuatu dengan caranya sendiri.

2 comments:

Anonymous said...

wisest is he who knows that he does not know. I love socrates :)

ezrasatya mayo said...

yup. tapi orang2 sperti socrates harus brada di pihak yg baik. karena orang2 sperti socrates --yang netral-- sperti pisau. jika ia berada di pihak yg jahat, akan bahaya