Thursday 13 November 2008

Enjoy Responsibly

Ia disana, ditengah riuh sorak ribuan orang yang sedang penuh gairah. Ia tegak diterangi benderang lampu Santiago Bernabeu yang sedang menjamu tamu dari Turin, La Vecchia Signora. Letaknya yang dekat dengan pusat perhatian dari ribuan pasang mata di stadion itu menjadikan keberadaannya nyata. Anda tidak perlu teliti. Jika anda cukup jeli, ia tak akan luput dari penglihatan. Ia adalah sebuah papan iklan bergambar sebotol bir dengan sebaris kata bertulis: enjoy responsibly. 

Enjoy responsibly. Larik kata itu untuk beberapa lama terus mengetuk kepala saya seperti ombak yang terus memukul-mukul tepian pantai. Ada sesuatu yang menggelitik ujung kesadaran saya yang mendorong saya untuk menyelam dan menggali lebih dalam. Pada titik ini saya harus mengakui bahwa pekerja iklan yang berada dibalik proses pembuatan iklan tersebut telah melakukan pekerjaan yang baik.

Enjoy responsibly berarti menikmati dengan bertanggungjawab. Bahwa itu merupakan sebuah punchline dari suatu produk minuman beralkohol menjadikannya lebih menarik karena minuman beralkohol dekat dengan kondisi dimana orang dapat kehilangan kendali diri. Seringkali orang yang berada dalam pengaruh alkohol jadi abai pada lingkungan sekitarnya, orang lain, apalagi norma. Karena itu, advertensi ini mengingatkan kita bahwa setiap kali kita membuka tutup botol bir, di dada kita juga tersemat lencana tanggungjawab.  

Seberapa bertanggungjawabkah anda atas tiap teguk bir yang anda minum? Mulai dari diri anda, apakah anda terlalu banyak menenggak minuman keras hingga lalai terhadap kesehatan? Apakah anda yang baru saja menandaskan bergelas-gelas sampanye dalam suatu acara perayaan tetap bersikeras untuk mengemudikan kendaraan sendiri ke rumah? Sekali lagi iklan ini berbisik pada telinga anda bahwa setiap tindakan anda membawa serta konsekuensi. Yang dipersoalkan bukanlah apa yang anda lakukan, tetapi siapkah anda menanggung akibatnya.

Ketika saya hadir di acara pernikahan teman saya, suasana santai dalam suatu obrolan antar teman seketika berubah saat pembicaraan sampai pada soal anak. Ya, beberapa teman saya telah menikah dan saat ini mereka sedang menikmati peran barunya: sebagai orangtua. Percakapan yang mulanya berupa saling tukar cerita tentang anak mereka masing-masing  kemudian berkembang menjadi diskusi atas pernyataan milik seorang rekan, "aku mampu, jadi tidak masalah bukan jika aku punya banyak anak?". Bagi saya, pertanyaan itu sama mengusiknya dengan perkataan "aku memberi uang saku untuk anakku yang duduk di kelas 2 sekolah dasar sebesar 5 juta rupiah setiap bulan karena aku mampu".

Mari kita sedikit mundur supaya kita dapat beroleh pandangan lebih luas. Bumi kita adalah rumah bagi 6 milyar orang. Itu berarti ada 6 milyar mulut yang harus diberi makan. Bandingkan itu dengan 3 milyar tangan yang bekerja dan menghasilkan tidak lebih dari 2 dolar sehari. Lalu apa yang terjadi pada milyaran mulut ternganga dengan perut lapar? Mereka akan menggigit bukan hanya tangan yang memberi makan, melainkan tangan siapapun. Hal itu ditambah dengan kebutuhan mendesak terhadap ruang lebih luas untuk tempat tinggal. Sanggupkah dunia ini menanggungnya?

Setiap diri kita adalah kepingan yang menyusun dunia. Apapun yang kita lakukan akan merubah bentuk dunia --baik atau buruk. Si anak kelak sepanjang hidupnya niscaya meninggalkan jejaknya di dunia ini . Begitu yakinkah bahwa anak tersebut nantinya tidak akan menjadi hanya beban tambahan lain bagi dunia?

Saya tidak berbicara tentang anjuran untuk tidak mempunyai anak. Pun bagi saya, alasan demi tidak menambah beban pada dunia merupakan apologi yang lemah atas tindakan aborsi. Saya merupakan pendukung manusia dan kehendak bebasnya. Namun, manusia sulit untuk hidup bebas, demikian kata Sartre. Karena semenjak mereka dilemparkan ke dunia, mereka harus bertanggungjawab atas perbuatan mereka.

Catatan:                                                                                                                           Semoga tidak lalai menghemat energi, melestarikan alam, dan menjaga kehidupan. Semoga selalu diingatkan akan tanggungjawab.   

No comments: