Thursday, 22 September 2011

junin toiro: hal yang tak selesai

I
senin pagi. kau keluarkan kartu suica dari saku kemejamu, tempelkan pada alat pemindai kecil, lampunya berubah biru, yang berarti kau diizinkan masuk untuk menunggu. musik terdengar, keretamu menjemput, bahkan sebelum kau sempat berpikir untuk mengeluh. mesin itu tak pernah mengecewakanmu. suasana hatimu pun tidak berubah bahkan setelah kau mengetahui bahwa kursi yang kau incar telah direbut oleh seorang pria sebayamu. kau bisa lamat mendengar suara kicau burung tiruan yang berasal dari pengeras suara di luar kereta. dalam ritme, intensitas, dan tempo yang dirancang dengan sangat baik. biasanya cukup berhasil menenangkan. lalu akhirnya kau sadari bahwa Jepang adalah sebuah mesin besar.


pada dasarnya di sana kau akan merasa tak kasat mata. kalau kau ingin kau bisa seharian berjalan melintasi jalanan Tokyo dan mengetahui bahwa tak seorangpun melihatmu di mata. dan walaupun kereta itu penuh terisi oleh pekerja dan banyak gadis remaja berseragam sekolah, kau akan sulit mendengar adanya percakapan. tampaknya berkomunikasi bukanlah kebutuhan mereka. mereka hanya sedang menuju ke suatu tempat. apa yang mereka pikirkan adalah misteri.

malam. beberapa pemuda ceking dengan pakaian konyol dan gaya rambut ganjil berusaha menarik perhatian para pejalan kaki untuk mengunjungi toko mereka. tentu saja kepala mereka sudah dipenuhi oleh angka-angka target pelanggan yang harus diperoleh. karena itulah bagaimana dunia bekerja akhir-akhir ini. namun di suatu sudut beberapa pemuda bermain dengan payung mereka. mereka sedang melatih ayunan golfnya. sepertinya mereka berada di luar sistem. mereka memang tidak mengekspresikan diri dengan melempar batu ke polisi anti huruhara. tetapi tampaknya para pemuda dengan tongkat golf itu memang bukan bagian dari sistem.


II
Hide. adalah seorang teman saya yang merasa dirinya merupakan manifestasi hidup dari karakter tanpa nama dalam novel Haruki Murakami "A Wild Sheep Chase". ia menggambarkan hidupnya sebagai petualangan dalam memburu domba yang telah bertahun-tahun menghilang. ia menyebut dirinya orang yang akan tanpa ragu melepaskan bisnis senilai jutaan yen miliknya jika hatinya mulai berkata tidak. ia tidak tertarik dengan simbol. baginya ikan harus berenang, burung harus terbang. dan manusia harus hidup dalam ketidaksempurnaan-ketidakkekalan-ketidaklengkapan rancangannya.


saya teringat pada seorang teman sekaligus guru. di antara beberapa kesempatan yang kemudian melibatkan adanya percakapan, saya terkenang suatu momen ketika dia berkata: jadilah petani, penggarap sawah, pekerja di tanah yang tanpa jeda. jadilah pekerja kapitalis yang giat, kumpulkan untung berlipat-lipat. jadilah seorang ulama, pewarta majelis, pembimbing yang taat. jadilah aparat masyarakat, yang melayani dengan pantas. jadilah seorang pedagang, yang hidup dari komoditas, menghargai benda dengan nilai tukar. jadilah pelaut, yang merdeka, dengan resiko kesendirian dan malapetaka. jadilah penyair, penyeduh seni, yang bergantung pada daun-daun dan air sungai. atau jadilah montir, yang memeluki mesin dan berlumuran pelumas. karena ideal adalah meniti takdir masing-masing dengan tekun. karena kita hanya sekali berarti lalu mati.


III
saya menemani Hide mengunjungi pamannya di Shizuoka. kamar itu redup dan penuh asap. paman baru saja beranjak bangun dari berlutut ketika kami masuk. di atas altar dupa menyala. foto putrinya tidak berada di atas altar bersama foto para leluhur. menaruh foto putrinya di sana merupakan tanda penerimaan terakhir dari paman atas kepergian sang putri. ia belum bisa melakukan itu. bahkan setelah dua tahun sejak paman menemukan putrinya di dalam hutan Aokigahara Jukai --dalam kabut tipis, di bawah pohon, di atas hamparan daun mati, terbaring tubuhnya, bergelung seperti bayi, dengan capuchon tortoise favorit yang dia dapat saat ulangtahun ke-18. di sampingnya tergeletak kaleng bir dan wadah pil. tak jauh dari situ ditemukan secarik kertas catatan bertulis "To Kei" dan sebaris lirik dari lagu When We Dance milik Sting, "when we dance, angels will run and hide their wings".

sang paman dalam senja hidupnya. dan ia belum memutuskan mana bagian dari putrinya yang harus pergi dan mana yang tetap tinggal. sang putri. 20 tahun. begitu muda. mungkin pada saat itu ia berpikir bahwa ia tidak dirancang untuk gagal.

3 comments:

sonn said...

I like it. Terrific mumbling :)

ezra said...

tengkyu sonn. mumble is my middle name ;)

Denny blogspot said...

Denny blogspot mengucapkan minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin ya ....selamat hari raya idul fitri...