Monday 20 April 2009

Post-mortem

Bayangkan matamu terpejam, kau sedang tidur —di rumah, di antara tumpukan pekerjaan kantor,  atau di ranjang empuk yang tidak pernah nyaman di Rumah Sakit; di tengah menonton 
pertandingan sepakbola di televisi, saat mendengar khotib sedang membacakan khotbah, dalam 
perjalanan dinas ke luar kota, saat lelah menunggu kereta datang, atau ketika dalam pelukan 
yang terkasih. Saat itu kantuk menguasaimu. Kelopak matamu mengatup dan kau pun lelap.

Sekarang bayangkan bahwa ini lebih dari sekedar tidur biasa. Kau tidur lebih dalam dan lebih 
jauh. Lukiskan dalam benakmu suatu keadaan ketika kau tidak akan bangun kembali; kau mati. 
Ini adalah hari terakhirmu karena masa tinggalmu di dunia sudah usai. Dan ini adalah 
perjalananmu mengalami kematian —lebih tepatnya beberapa saat sebelum kematian menjelang.

Tentu saja ada banyak cara bagi kematian untuk menjemputmu. Ia bisa datang melalui sakit yang terus menerus menderamu, akibat kecelakaan yang malang, atau lewat tangan yang sengaja merampokmu sebelum membunuhmu. Namun kita tidak ingin membicarakan tentang mengakhiri hidup kita sendiri di sini. Kematian tidak seharusnya menjadi sesuatu yang bisa kauputuskan. Kita membicarakan tentang maut yang tidak bisa dihindari yang berasal dari kehendak di luar diri kita; keinginan yang menuntut untuk dipenuhi.

Saat ini denyutmu mulai melemah, inderamu perlahan kehilangan ketajamannya. Kau tak ubahnya seperti bayi; terperangkap di dalam tubuhmu. Satu-satunya perbedaan adalah pada waktu bayi, tubuhmu bertindak sebagai penunda: ia berulangkali mengatakan "belum saatnya". Sedangkan saat menuju kematian, tubuhmu adalah penanda yang terus mengatakan "sudah saatnya". Tubuhmu tak mampu lagi menyokong kehidupan. 

Yang terjadi berikutnya adalah seluruh bagian dirimu menyatu; kau meluruh. Kau terlepas dari 
ikatan tubuh. Tak ada dinding yang membatasi, tak ada alas maupun atap, tak ada atas maupun 
bawah. Kau tidak terikat gravitasi hingga kau tidak mendarat namun sekaligus tidak melayang. 
Kau terbebas dari dimensi; kau tidak terbelenggu ruang dan waktu. Kau menjelma menjadi hanya sebuah entitas.

Banyak buku bercerita tentang seberkas cahaya putih nan terang yang sedia menyambutmu. 
Seraut wajah asing yang disebut malaikat kemudian akan mendekatimu dengan lembut dan tenang. Tepat pada saat ini sebagian orang —mungkin juga kau— akan dilanda kebimbangan hebat: sebagian dirimu enggan berpisah dengan semua yang kau cintai, kau murung dan sedih 
meninggalkan semua itu di belakangmu; namun ketika malaikat meniupkan sapuan ajaib ke kedua matamu dan tiba-tiba kau melihat dunia baru yang gemilang berhamburan ribuan warna 
terbentang di hadapanmu, sebagian dirimu yang lain dipenuhi luapan kekaguman, keheranan dan keingintahuan atas ciptaan Tuhan itu hingga kau tidak sabar ingin segera bebas dari tubuhmu.

Terpikir oleh saya tulisan Goenawan Mohamad yang menukil sebaris sajak Subagio Sastrowardojo: ”Kematian hanya selaput/gagasan yang gampang diseberangi”. Kematian begitu 
dekat, batasnya setipis jaring laba-laba yang mudah koyak. Satu detik kau adalah si hebat, di detik berikutnya kau tiba-tiba tak berdaya. Jadi, bila kematian begitu akrab, tidakkah kita seharusnya bukan hanya makhluk yang menyadari potensi, tapi juga impotensi diri?

Saya terkenang sebuah film berjudul Instinct. Di salah satu adegan digambarkan seorang 
antropolog bernama Dr. Ethan Powell —yang dituduh telah membunuh dan mencederai beberapa anggota Polisi Hutan— tengah mencekik dari belakang Dr. Theo Caulder —seorang psikiater muda cerdas yang ditugaskan untuk mencari tahu alasan di balik pembunuhan tersebut. Dr. Powell kemudian bertanya kepada sang psikiater, "Apakah yang kurenggut darimu sekarang?" Dua jawaban pertama Dr. Caulder yaitu "kendali" dan "kebebasan" langsung dimentahkan oleh Dr. Powell. Hingga akhirnya pada saat genting sebelum mati tercekik, Dr. Caulder dapat menuliskan jawaban yang memuaskan si pencekik, yakni "ilusi".

Kita tidak pernah benar-benar bisa memegang kendali sebagaimana kita tidak pernah benar-benar bebas. Bahkan tubuh ini tidak benar-benar kita miliki. Kita hanya suka berpikir bahwa kita menggenggam semuanya di telapak tangan kita. Kita memelihara ilusi di kepala kita. Kita sering kali tidak menyadarinya sebelum kita benar-benar mati.

Sesungguhnya hidup pada akhirnya terbatas. Bahkan untuk Superman pun ada cryptonite. Ada 
jarak yang tak dapat ditempuh, ada beban yang melebihi yang dapat kita tanggung. Kadang kita 
perlu mengakui bahwa kita tidak tahu dan tidak mampu sehingga kita tidak terlalu gusar ketika banyak hal yang berjalan tidak sesuai keinginan. 

Kesadaran akan impotensi itu adalah juga sebuah potensi. Dan hidup pun akan berlanjut. Lebih banyak menerima, lebih sedikit takut, dan akan lebih ada ruang bebas di atas kebutuhan akan kekuasaan.

24 comments:

ezra said...

tidak ada yang lebih menyenangkan selain membicarakan kematian di hari kelahiran :)

sonn said...

hauhaua...

happy bday! ah, the romance of aging :)

mine's tomorrow, btw.

Jenny Jusuf said...

Ah! Akhirnya comment box yang bersahabat ;-)

Happy B'day, Ez. Hari ini gw resmi memproklamirkan diri sebagai penggemar tulisan lo. Hehehe. Sebenernya pengen ngomen lebih panjang, tapi otak lagi lemot. Untuk sementara, cukuplah ini dulu. ;-D

Poppus said...

Seorang teman pernah bertanya "apa sih nyata itu? Jangan-jangan seumur hidup kita sudah tertipu oleh mata sendiri. Apa sih nyata itu?"


*komen gak jelas


Selamat ultah ezraaaaa

Chindy Tan said...

hai,hai, haaai!
chu ni sen je khuai le!
tadi saat ngecek kartu status pasien, saya tertegun pada sebuah nama dan pelan-pelan menyisihkannya dari lembaran yang lain. Setahun yll,dalam usia yang masih sangat muda,16 tahun, dia telah berpulang. serasa mimpi. berulang saya menyebut namanya. detik ini, asap masih lebih nyata dari alm yang pernah nyata. Tanda tanya besar yang menjadi tanda lahir setiap hati,
manakah nyata
manakah ilusi


ps. ikutan JJ, aku ngefans berat, beraat sekalee deh Ezra
meski hati kecil makin ciut aja tiap baca tulisan kalian,
para penutur hidup....

ezra said...

sonn:
indeed, sonn..
at my age soe hok gie, kurt cobain, jimmy hendrix, n chairil anwar mati.
my time is now..
ahahaha..

jj:
tengkyu..
ah, kau.. kita saling mengagumi ajah (quote dari blog teman)
btw, lg lemot ye? masi untung ga nyampah disini. huehehe..

brokoli:
nyata? saya ga tau apa yg nyata, saya cuma tau yg aneh.
*tambah ga jelas*

iya, pop. kita hanya melihat apa yg ingin kita lihat.
but thanks anyway

ezra said...

chindy:
apaan tu artinya?
aku tampan dan berhati peri? hehe..

ummm.. mungkin yg nyata bagi pasien mbak itu adalah bagian dirinya yg ditinggalkannya di dunia ini?

eh.. ngefans jg rupanya? yaudah, antri ya. jgn brebut
hehehe..

Anonymous said...

aku pernah dulu sering berpikir, jangan2 aku setiap hari hidup dalam mimpi. hmm apakah benar ada lahir dan mati ? atau jangan2 sebenarnya kita tidak pernah ada ?

*wiw apa yg kupikirkan haha jadi aneh gini*

thx ya udah berkunjung ke blogku ^^ salam kenal.

Jenny Jusuf said...

Bo, plis deh. Tampan dan berhati peri!

BTW, gue sampe gugling untuk cari tau umur berapa Hok Gie meninggal ;-D

plainami said...

ezra said...
at my age soe hok gie, kurt cobain, jimmy hendrix, n chairil anwar mati.


>> jim morrison, ahauhehaea.
happy birthday, ezra :)

ezra said...

siteru:
hehe.. benar2 surreal..
salam kenal juga..

jj:
ahuahahah... niyat bgt bu.. :D
eh, tp salah ya trjemahannya.
hmmm.. brarti berhati peri dan tampan. itu baru bener.
hohoho..

plain:
yes, my fault.
feel free to add other names here..
;)

Marshmallow said...

mensyukuri hidup adalah dengan mengingat mati.
selamat ulang tahun, sahabat. rawian yang indah dalam merefleksikan hari jadimu.
agak terlambat, tapi aku yakin tak pernah ada kata terlambat untuk sebuah doa. semoga yang terbaik yang selalu terjadi dalam hidupmu.

Anonymous said...

Happy Birthday mas esra :)
walopun agak serem awal bacanya.
Tapi dengan mengenang kematian kita menghargai kehidupan

ezra said...

marshmallow:
ada sapi giginya ompong.
terimakasih, tapi kadonya mana dong?
hehe..
tak ada yg terlambat.
aku hidup oleh doa

eka:
weeww.. serem..
jd brasa kaya sundelbolong.
thanks anyway..
iya, itu satu paket. kematian dan kehidupan

haris said...

prosanya bagus sekali. renungan yang baik. benar kata subagio: kematian makrib akrab! sy suka puisi itu karena kematian ihadapi dg sikap yang santai dan kadang main2. dlm puisi sih, enak saja. dlm praktik, nanti dulu. he2.

yoan said...

*celingakcelinguk*

ehmm.. hepi berdey yaa...
telat berharihari...

mungkin ada sebagian orang yang gak mau 'merayakan' hari lahirnya dengan berbagai alasan...

tapi apapun lah...
saya termasuk yang suka mengucapkan selamat *entahapamaksudnya* dan mengambil kesempatan hari lahir orangorang sebagai ajang kontemplasi...

aarggghhh... apa pula yang saya tulis di sini...

btw, saya pernah tu ngerasa hampir mati tapi gak matimati :D

ezra said...

haris:
hmm.. mungkin subagio jg cuma pura-pura santai, padahal bingung juga. hehe..

yoan:
eh, saya termasuk orang yg suka diselamatin waktu ultah. apalagi kalo bawa kado. hehe..
btw, kapan matimu, yo? eh.. maksudnya.. kapan ultahmu..? ;)

scandalous said...

ezra..
apa yg akan km tulis di obituari, klo kamu boleh menulisnya sendiri?
tentang km ingin dikenang sebagai siapa?

ezra said...

scandalous:
i will not go down under the ground,
cause somebody tells me that death's comin' 'round.
and i will not carry myself down to die.
when i go to my grave my head will be high.
let me die in my footsteps,
before i go down under the ground.
(let me die in my footsteps, bob dylan)

err.. saya ga trlalu yakin apa yg akan saya tulis, but one thing for certain, when it comes my time,
i'll leave this old world with a satisfied mind

scandalous said...

gw si ga inget ultah elu kapan eZ, tp hepi miLad de.

tanpa bermaksud tidak religius -yang menyatakan kita hidup untuk mati- gw suka tag d film yg mengisahkan William Wallace 'semua orang bakal mati, tp ga semuanya benar-benar pernah hidup'

ezra said...

scandalous:
why, thank you, sir (?).
indeed, yg terpenting adalah perjalanannya.
btw, william wallace, eh? i think i know you ;D

Yoes Menoez said...

Hmm...telat nih, tapi pesta ultahnya blm ditutup kan? Jngn khwtr, aku bw kado kok!
Hepi b'day, Ezra...smg lekas sembuh (loh!)
Mskpn ultahku msh 2 bln lg (catet ya!), aku mo numpang kontemplasi deh lwt tlsn km. Terutama bagian yg ini :
"...kadang kt perlu mengakui bhw kt tdk tahu dan tdk mampu shg kt tdk terlalu gusar ketika bnyk hal yg brjln tdk sesuai keinginan"
Molai detik ini, janji...*smbl tangan menyilang di dada* aku tdk akan nyolot lg kl ada hal yg berjln tdk sesuai keinginan.

ezra said...

yoes:
jgn takut, akan selalu ada post-party.
hmm.. 2 bulan lagi ya? *mencatat di agenda sebagai hari pergi ke luar kota biar ada alasan ga kasih kado* :D

Yoes Menoez said...

Dasar pelit!*merebut kembali kadonya, lari kenceng....gubrak!(nabrak pohon di depan rmh Ezra), lari lagi sekenceng2nya*